Helena dan Inge adalah kakak beradik. Mereka bosan selalu pindah kos. Keduanya lantas memutuskan untuk membeli sebuah apartemen.
Suatu hari Helena diliputi perasaan aneh. Sesuatu dari hati menuntunnya pada sebuah ceruk pada dinding kamarnya. Ia terkejut. Disana ia menemukan sebuah kotak coklat berisi surat cinta. Tak kuat dengan dorongan hati untuk membuka, ia mulai membaca surat-surat tersebut. Keindahan bahasa dan kerinduan yang terasa menguar pada setiap kata membuatnya jatuh hati pada pemilik surat tersebut.
Pemilik surat tersebut ternyata Adam, pemilik apartemen terdahulu. Lantas Inge mengembalikan pada pria bertubuh tinggi itu setelah dia memintanya. Setelah sampai rumah, timbul keinginan dari hatinya untuk membaca surat-surat yang pernah dibuatnya. Ia mengambil sebuah surat dan terkejut. Surat tersebut ditemani oleh surat lain. Surat lain tersebut adalah balasan dari surat yang dibuatnya.
Penasaran dengan orang yang membalas suratnya, Adam mulai mencari tahu. Kesimpulan diambil. Ia yakin, pembalas suratnya adalah Helena. Saat akan pulang ke rumah, Adam dan Helena bertemu. Masing-masing mengakui tertarik satu sama lain karena surat dari masing-masing pihak. Namun perasaan membuncah di dada Helena tidak lama. Ketika masuk ke rumah, buru-buru Inge, adiknya, memberitahu bahwa Rianti, pacar Adam sebelumnya melabrak dirinya. Rianti mengira Inge adalah pacar baru Adam karena memergoki mereka berduaan di cafe apartemen.
Adam menjelaskan tentang hubungannya dengan Rianti pada Helena. Dia merasa tidak nyaman dengan Rianti. Sudah lama ia ingin memutuskan hubungannya pada Rianti. Keberaniannya baru muncul tiga minggu sebelum mereka bertemu. Helena menerima penjelasan ini. Lantas Adam mengajak Helena untuk sesegera mungkin menemui keluarga besarnya.
Dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta, disaat mereka akan bertemu dengan keluarga besar Adam. Pria itu berhenti sebentar di toko perhiasan untuk mengambil cincin berlian pesanannya. Namun sayang, Adam tidak pernah melingkarkan cincin itu di jari Helena. Perampokan di toko itu telah menewaskan Adam.
Ini bukan novel pertama yang membahas masalah surat. Tetapi ceritanya masih menarik untuk ukuran saya. Setidak-tidaknya pertemuan antara tokoh yang terlibat di dalamnya melalui cara-cara yang tidak biasa. Saya paling tidak suka pertemuan antara tokoh dengan cara kecelakaan lalu lintas, tidak sengaja saling menabrak, atau ketemu waktu lari pagi. Basi banget. Sinetron mode on. Meskipun memang bisa saja terjadi di dunia nyata, tetapi agar tidak bosan, kenapa tidak mencari cara lain?
Tema dari novel ini adalah cinta yang bersemi karena tumpukan surat cinta.Tentang seorang wanita yang tak sengaja menemukan tumpukan surat cinta dari seorang pria yang lantas membuatnya jatuh cinta dan so sweet-nya, cowok tersebut membalasnya meskipun dia baru saja putus dengan pacarnya terdahulu.
Tokoh utamanya ada dua. Adam dan Helena. Pemilihan nama Adam memang tepat. Kita langsung membayangkan sosok macho. Tinggi besar, lelaki banget dengan sembrek sifat roman-nya pada wanita. Ngomong-ngomong masalah penamaan tokoh, saya percaya banget dengan Mbak Indah Hanaco, nama tokoh-tokoh cowoknya memang selalu tepat menggambarkan karakter tokoh. Sepertinya penulis sendiri sangat ahli cowok. Saya tidak heran dia punya koleksi foto cowok di komputer untuk membantu deskripsi karakter. hi..hi..hi. Tetapi agak sayang (menurut saya) gambaran tersebut lebih ke gambaran umum.
Banyak sekali novel menggambarkan bahwa lelaki yang macho pasti tinggi besar, hangat, kaya atau setidak-tidaknya berkecukupan. Saya tidak bilang ini salah. Gambaran tadi memang sangat menjual. Hanya saja, karena terlalu umum kadang agak susah diingat pada jangka panjang. Coba bandingkan dengan cara Agatha Christie menggambarkan Hercule Poirot: Kecil, Kepala mirip telur, sering meneleng ke salah satu sisi dan berkumis. Ini jelas bukan gambaran ideal seorang tokoh dektektif kriminal yang biasanya digambarkan jangkung dan berotot (coba anda ingat gambaran Sherlock Holmes dan James Bond), tetapi sampai sekarang saya masih mengingat gambaran Hercule Poirot tersebut karena jarangnya penggambaran tersebut (unik).
Penulis menggambarkan dengan baik cara tokoh berpakaian, bentuk kepala, dan wajah. Begitu juga dengan sikap dasar/perilaku tokoh. Hanya saja, untuk tokoh utama, karakternya kurang dalam. Memang Adam digambarkan dengan tinggi sehingga Helena harus mendongak. Begitu juga Helena digambarkan berbentuk tubuh ramping dan dengan bentuk wajah dan kelakuan seperti yang dapat ditangkap melalui dialog. Tetapi akan lebih terpatri di benak jika tokoh tersebut mempunyai karakteristik khusus. Coba anda amati di novel Falling home karangan Karen White (Ufuk Publishing House, 2012). Bagaimana Cassie digambarkan selalu memegang bandol kalung manakala gelisah.
Secara umum materi cerita tak bermasalah. Alur yang menghubungkan plot-plotnya tahu, kapan harus naik kapan harus turun. Mulai dari halaman pertama, saya sudah tertarik membaca sampai akhir. Ada hawa misteri yang merasuki saya saat tokoh Helena digambarkan mempunyai perasaan aneh untuk memilih apartemen itu. Semula saya mengira ini adalah cerita misteri. Saat mood saya hampir hilang, amunisi kedua ditembakkan penulis ketika Helena mendapati tumpukan surat cinta.
Mood saya sudah hampir habis lagi saat tokoh Adam mulai digambarkan. Saya jadi mengetahui siapa penulis surat. Saya mulai menebak-nebak akhir cerita. Dan sungguh. Saya tertipu. Penulisnya mengakhiri cerita dengan scene yang tidak saya duga. Ini membuat mood saya naik lagi sampai pada akhir cerita. Ada penggambaran yang begitu menyentuh saat Helena tidur dengan setumpuk surat cinta.
Yang agak saya sayangkan. Tokoh antagonis kurang menyiksa protagonis. Tokoh Rianti hanya digambarkan dalam skala rendah (untuk kekejamannya terhadap protagonis), yaitu saat dia melabrak Inge dan saat bertemu di lift. Bandingkan dengan Matahari untuk Lily karangan Rini Zabirudin (Gramedia Pustaka Utama, 2011). Di dalam novel itu, tokoh Lily digambarkan sangat ketakutan dengan mantan istri suaminya. Intimidasi secara verbal dan non verbal dijalankan dengan sangat baik oleh tokoh antagonis.
Satu lagi kekurangan novel ini menurut saya. Karakter Helena sangat mudah jatuh cinta pada Adam. Dalam dunia sebenarnya, cinta model jenis ini sangat sulit terjadi. Wanita mempunyai apa yang disebut sisterhood. Persaudaraan antar wanita. Wanita akan merasa senasib dan sepenganggungan dengan wanita lain. Wanita cenderung akan tidak suka dengan laki-laki yang menyakiti wanita lain, meskipun ia tidak kenal dengan wanita. Dalam kasus di novel ini, Helena akan sulit jatuh cinta pada Adam ketika mengetahui hubungannya dengan Rianti. Seharusnya Adam harus jatuh bangun dulu sebelum memperoleh cinta dari Helena.
Diluar kekurangan diatas, saya tetap mengacungkan jempol saya pada Love Letter. Kepiawaian Mbak Indah Hanaco dalam menyusun adegan mesra sangat ahli, tidak perlu diragukan. Saya sampai pengin pacaran lagi kalau tidak ingat umur (Lho kok jadi curhat, sih). Dan seperti biasa. Dialog-dialognya mengalir sangat apik. Terkesan alamiah. Normalnya dialog-dialog pada dunia nyata. Saya juga sangat menghargai novel ini yang meskipun terjadi di daerah Lu-Gue, tetapi pengarang tetap menggunakan Aku-Kamu. Saya bukannya apriori terhadap Lu-Gue, namun alangkah baiknya jika orang dari daerah lain juga turut menikmati novel ini tanpa perlu merasa asing dengan Lu-Gue